Perempuan Dalam Iklan
Dewasa ini, keberadaan iklan sudah menjadi tuntutan yang tidak dapat dihindari demi sebuah produk yang ditawarkan agar mendapat tempat di hati masyarakat. Pada zaman sekarang ini, iklan yang ada dalam media massa pada umumnya dapat dianggap sebagai media pengenalan tentang suatu produk. Masyarakat tidak hanya menjadi tahu tetapi juga mendorong mereka untuk membelinya.
Namun demikian, perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa nilai-nilai yang yang ada pada suatu iklan tersebut tidak jarang juga mengandung manipulasi keadaan yang sebenarnya, agar memperoleh respon yang kuat dari khlayak. Oleh karena itu makna yang dibentuk dari sebuah produk melalui iklan, bukan hanya sekedar didasarkan pada fungsi dan nilai guna barang, tetapi sudah dimasuki nilai-nilai yang lain, misalnya citra diri indidvidu, gaya hidup sekelompok orang, dan kepuasan. Oleh karena itu, dalam komunikasi periklanan makna yang muncul didasarkan pada permainan simbol atau slogan yang semuanya bertujuan untuk mengkonsumsi suatu barang. Iklan yang baik adalah iklan yang mampu memperkenalkan sutu produk dengan baik kepada masyarakat dan merupakan penggambaran kenyataan yang sebenarnya.
Proses rekayasa dalam iklan untuk perempuan, seperti yang dapat diamati selama ini, baik dalam televisi, surat kabar, majalah, maupun radio, sudah sedemikian kuatnya bahkan cenderung vulgar dan sering tidak relevan dengan produk yang dijual. Pada beberapa jenis iklan tertentu, citra yang terbentuk bahkan lebih kuat unsur pornografisnya dari pada mengenalkan kelebihan produk yang dimaksud. Kesan tersebut dapat dibentuk dari berbagai komponen iklan, misalnya unsur verbal (ucapan atau teks iklan) dan unsur visual atau gambar. Dalam unsur visual misalnya untuk menunjukkan ekspresi cita rasa, lebih banyak mengeksploitasi tubuh perempuan sebagai alat manipulasi. Misalnya keanggunan, kelembutan, kelincahan dan keibuan.
Beberapa kedudukan yang dibentuk dari iklan-iklan yang muncul tentang perempuan misalnya merendahkan perempuan sebagai objek seks, kebanyakan perempuan diperlihatkan dalam peran tradisional atau domestik dan lain sebagainya.
Stereotip Perempuan Dalam Iklan
Media televisi dalam dunia industri saat ini sering digunakan sebagai sarana promosi dan komunikasi kepada publik, untuk memberikan pengaruh dan memancing pola konsumsi masyarakat terhadap produk tertentu. Dalam perkembangannya, pendekatan-pendekatan psikologis mulai diterapkan dalam kegiatan periklanan sehingga mampu menggugah minat dan emosi masyarakat untuk mencari kepuasan dengan cara mengkonsumsi barang. Gambaran tentang perempuan di iklan televisi sering hanya dijadikan sebagai bahan eksploitasi semata tanpa memperhatikan etika atau keberadaan perempuan itu sendiri dalam masyarakat.
Gender pada dasarnya adalah pembagian peran serta tanggung jawab baik perempuan maupun laki-laki yang ditetapkan secara kultural maupun social(Fakih, 2010:8). Gender sesungguhnya berkaitan erat dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki diharapkan untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan ketentuan sosial dan budaya dimana mereka berada. Stereotipe perempuan menjadi wacana dalam iklan rancangan televisi, menempatkan stereotipe itu dalam konteks sentral televisi. Perempuan harus tampil cantik secara fisik dan tetap awet muda apabila ingin sukses, mampu mengurus semua keperluan rumah tangga dan anggota keluarga, serta sebagai objek seksual. Hal-hal seperti itulah yang terlihat dalam iklan ditelevisi sekarang ini.
Beberapa stereotip pada perempuan yang terbentuk di dalam iklan, antara lain:
1. Perempuan itu memang seharusnya cantik. Stereotipe bahwa wanita harus cantik dalam iklan ini telah dipahami secara lebih sederhana dengan hanya berkulit putih. Padahal pengertian cantik tidak hanya sebatas kecantikan lahiriah semata, akan tetapi juga kecantikan batiniah. Kaum perempuan selama ini memang menjadi sasaran para pengiklan, sebab perempun merupakan pengelola keluarga sehingga ada anggapan kalau menyangkut kecantikan dia akan lebih mementingkan dirinya. Sehingga adanya keinginan untuk tampil cantik diambil satu sisi kulit agar putih, padahal dalam kenyataannya tidak selamanya orang berkulit gelap tidak cantik.
2. Perempuan dijadikan eksploitasi seks. Jenis kekerasan ini termasuk kekerasan non-fisik, yakni pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang (Fakih, 2010:19). Seperti iklan minuman berenergi neo hormoviton, yang sekalipun dalam penampilan iklannya dikreasi berbeda namun intinya sama. Seksualitas pada awalnya sering dianggap urusan pribadi karena masyarakat menganggapnya tabu untuk dibicarakan secara terbuka.
3. Perempuan harus bersih. Stereotipe bahwa wanita harus bersih, contohnya dalam iklan lux yang mengharuskan perempuan terlihat cantik, bersih, putih dan mulus. Sehingga para konsumen menjadi tertarik dan memilih produk lux.
Bias Gender dalam Iklan
Permasalahan yang menjadi wacana gender ini mulai timbul dalam iklan ketika keindahan digunakan untuk menggambarkan sebuah citra produk, menyinggung bias gender di dalamnya. Penggunaan jenis kelamin tertentu sebagai objek pemanfaatan produk maupun untuk mencerminkan sebuah citra ada kalanya menjadi kontroversi sendiri dalam memperdebatkan keadilan gender. Contoh yang mudah dijumpai adalah pada kebutuhan untuk keperluan anak. Susu bayi dan anak, sabun dan shampo untuk balita sampai dengan bedak bayi misalnya, sering ditampilkan dengan objek perempuan di dalamnya. Hal ini didasari oleh fenomena kode-kode sosial yang ada, bahwa peran gender yang pas untuk fungsi dan kepengurusan merawat serta mengasuh anak lebih ditujukan untuk perempuan (ibu), sehingga citra yang nampak dari jenis iklan untuk produk-produk tersebut antara lain harmonisasi, kesabaran, ketulusan, maupun tali kasih sayang antara ibu dan anak.
Penjabaran citra tersebut dalam iklan televisi memang tidak dapat dipungkiri telah terbentuk sejak lama dalam kebudayaan manusia, bukan tidak mustahil citra perempuan akan semakin kokoh dalam konstruksi sosial masyarakat, yakni berperan dalam fungsi domestik yang mungkin tidak alami jika digantikan oleh jenis kelamin yang lain.
Terlebih lagi jika bias gender dalam iklan ini ditayangkan lewat media televisi yang tentu kapasitas audiensnya sangat luas, tentu mempunyai dampak atau efek yang signifikan. Teknologi televisi sendiri dikatakan dapat menciptakan apa yang disebut dengan publik dunia. Kejadian yang terjadi di dunia luar dapat dilihat di rumah masing-masing pemirsa dengan melintasi ruang dan waktu.
Sejauh ini, melihat perempuan dalam iklan yang ditayangkan lewat televisi, kemungkinan sulit sekali untuk dilakukan suatu perubahan pandangan terhadap perempuan dalam tatanan masyarakat. Iklan-iklan ini secara tidak langsung telah membentuk suatu kode-kode sosial yang secara tidak langsung telah menjadi penghambat perempuan untuk memperoleh kesetaraan.
Iklan juga umumnya menempatkan perempuan sebagai pemuas seks laki-laki, misalnya dalam iklan Kopi Torabika yang berslogan "Pas Susunya", Pompa Air Shimizu dengan slogannya "Sedotannya Kuat, Semburannya Kenceng", Oli Enduro berslogan "Mana yang tahan Lama?" dan masih banyak lagi. Seks dalam masyarakat selalu digambarkan sebagai bukti kekuasaan laki-laki terhadap perempuan. Dalam masyarakat patriarkal, seks merupakan bagian yang dominan dalam hubungan laki-laki dan perempuan, serta menempatkan perempuan sebagai subordinasi. Perempuan telah menjadi mega bisnis kaum laki-laki, sebab yang menguasai perekonomian akhirnya juga laki-laki.
6 komentar:
menurut saya artikel yang telah diposkan diatas sudah sangat bagus, karena dengan pengetahuan yang telah dipaparkan diatas , kita dapat mengetahui ketidak adilan yang diterima perempuan dalam kaitanya dengan media , semoga informasi diatas bermanfaat
Artikel di atas sungguh menarik kita bisa belajar untuk tidak menganggap wanita sebagai second person setelah laki-laki, , ,
Bagus,,berani mengangkat kasus dari realita
Artikel yang menarik.....
Perkembangan dunia periklanan pada masa sekarang ini kian pesat dan membuat masyarakat seperti "mabuk" akan maraknya iklan yang bermunculan tanpa henti. Banyak sekali iklan yang dibuat dengan berbagai macam ide. Ironisnya, tidak sedikit juga iklan yang diproduksi dengan tidak memperhatikan norma-norma kesusilaan ataupun moral dan etika. Hal ini akan membawa pengaruh yang akan menimbulkan pro dan kontra terhadap suatu iklan di dalam masyarakat. Seperti yang terjadi dalam dunia periklanan, baik di dalam ataupun luar negeri, dimana wanita dijadikan objek periklanan yang seringkali membuat berbagai pihak berpikiran negatif tentang wanita..
artikelnya sudah bagus,,namun kurang rapi..mohon diperhatika..
artikel yang ditulis bagus, dimana iklan sekarang memang lebih menonjolkan seorang wanita yang berpakaian kurang asopan untuk menarik minat para konsumen. Gomawo... ^_^\/
Posting Komentar